SERING kita mendengar bahwa orang-orang tua adalah yang paling berhak memberikan nasehat kehidupan karena merekalah orang yang paling kenyang dengan manis pahitnya kehidupan atau "asam garamnya" dunia. Tak jarang kita mendengar bantahan dari pemuda kritis yang menyatakan bahwa bukan tua umur yang paling berhak bicara, melainkan yang paling tua pengalaman.
Saya tidak akan mendiskusikan jalan debat dua pendapat itu. Saya hanya ingin menggarisbawahi bahwa pengalaman adalah sesuatu yang disepakati sebagai penentu layak tidaknya seseorang memberikan pendapat atau pandangan.
Teringatlah saya pada dawuh Najib Mahfoudz, pujangga legendaris Mesir yang meraih Nobel Prize sastra itu "Kehidupan tidaklah memberikan pelajaran gratis kepada seseorang. Saat aku katakan bahwa kehidupan mengajariku, yakinlah bahwa itu bermakna saya telah membayar harganya."
Iya. Pelajaran itu ada harganya. Di sekolah, kita kenal dengan kewajiban membayar ESPEPE. Di kampus kini kita kenal dengan biaya UKATE yang harus dibayarkan agar bisa kuliah. Lalu apa yang harus kita bayarkan untuk mendapatkan pelajaran dari kehidupan? SPP atau UKT nya adalah kesabaran menjalani musibah dan derita.
Kalau setuju dengan narasi di atas, maka tak usahlah kaget, gelisah dan resah saat ada hal tak nyaman atau tak menyenangkan tiba pada kita. Semua itu adalah tagihan SPP atau UKT kehidupan yang harus dibayar dengan KESABARAN dan TAWAKKAL.
Kakekku yang asli Madura dulu berkata: "Milikilah SAJUTA, maka kamu sukses bahagia." Awalnya saya kira SAJUTA adalah bahasa Madura untuk uang SEJUTA, ternyata singkatan dari Sabar, Jujur dan Tawakkal. Itulah yang harus kita bayarkan pada Sekolah Kehidupan. Salam, AIM. [*]
Baca Kelanjutan Terpopuler - Makna Kata 'Kehidupan Mengajariku' : https://ift.tt/2LXmVszBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Makna Kata 'Kehidupan Mengajariku'"
Posting Komentar