
INILAHCOM, Jakarta - Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (SP PLN) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyelesaiakan masalah yang tengah menimpa perusahaan pelat merah tersebut.
Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda merinci, permasalahan yang menimpa PLN, antara lain, upaya pelemahan di internal yang diduga dilakukan Direksi PLN. Yakni, ketidak taatan terhadap kesepakatan yang telah dibuat berupa Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan peraturan perundang-undangan yang ada.
"Direksi PLN membuat 'aturan sendiri yang melanggar peraturan yang ada. Misalnya aturan terkait usia pensiun pegawai yang seharusnya sesuai PKB pensiun usia 56 tahun dibuat menjadi 46 tahun. Padahal saat usia tsb seorang pegawai sedang masa-masa puncak kompetensinya," kata dia dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (5/12/1018).
Bahkan sewaktu-waktu pegawai dapat di PHK tanpa mengikuti aturan yang berlaku. Hal ini menimbulkan keresahan pada sebagian besar pegawai PLN. Selanjutnya soal peraturan perjalanan dinas. Dimana pegawai sebelum perjalanan tidak dilengkapi dokumen perjalanan dan biaya perjalanan ditanggung oleh pegawai terlebih dahulu.
"Seperti inilah kondisi PLN saat ini. Direksinya yang tidak bisa mengelola perusahaan dengan baik dan benar. Membuat aturan dengan melanggar aturan yang lebih tinggi namun justeru pegawai yang kena getahnya dari aturan yang salah litu," kata dia.
Permasalahan lain adalah, kasus korupsi mega proyek PLTU Riau 1 serta kasus-kasus berbau korupsi Iainnya yang saat ini sedang ditangani oleh aparat hukum. Kemudian kondisi keuangan PLN yang menyedihkan dan kerugian yang diderita PLN sampai TW 3 mencapai Rp18,48 Triliun.
Menurut dia, pengadaan pembangkit untuk PLTU Riau 1 yang di OTT oleh KPK begitu kasat matanya kongkalingkong dan rekayasa yang dibuat oleh Direksi PLN agar pihak swasta yang dikawal oleh 'orang-orang berpengaruh di negeri ini bisa 'mendapatkan' proyek pembangkit itu tanpa melalui prosedur yang wajar dengan penunjukan Iangsung.
"Dibuat seolah-olah penugasan ke anak perusahaan PLN. Seolah-olah 51% kepemilikan dimiliki oleh anak perusahaan PLN," kata dia.
Padahal, dia menduga, tidak demikian adanya. Saham 51% hanyalah semu. Sebagian besar biaya justeru berasal dari pihak swasta yang dibelakangnya lebih parah lagi juga asing yang bermain. Perusahaan swasta nasional hanya dijanjikan sekian persen fee.
Kasus ini telah membuka mata publik bahwa memang ada sesuatu yang tidak beres dalam program 35.000 MW itu yang hampir 80% diserahkan ke swasta yang selalu dikritis oleh SP PLN karena akan menimbulkan kerugian kepada PLN.
Kenapa tidak negara yang membangun, memiliki dan menguasai? Padahal yang menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai UUD 1945 pasal 33 ayat 2 seharusnya dikuasai dan dimiliki oleh negara yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui BUMN.
"Kongkalikong ini telah menurunkan citra PLN di mata masyarakat. Citra PLN jatuh sampai pada titik nadir. Karena korupsi adalah kejahatan luar biasa," kata dia. [jin]
Baca Kelanjutan Terpopuler - SP PLN Minta Jokowi Turun Tangan : https://ift.tt/2RwAF01Bagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - SP PLN Minta Jokowi Turun Tangan"
Posting Komentar