SEHABIS rapat di kantor Kopertais, handphone saya berdering. Saya lihat nomer pemanggilnya adalah nomer baru. Hampir saja tidak saya angkat karena masih berpikir tentang hasil dan kesepakatan rapat. Akhirnya saya angkat pula dan ternyata penelponnya adalah jagoan yang paling dikenal sakti mandraguna. Namun suaranya tak lagi menggelegar dan intonasinya tak lagi sangar. Terdengar tangisan pilu mengiringi suara serak dan intonasi nada lemah itu.
Iya, sang jagoan tengah terbaring di rumah sakit. Sakit jantung dan sakit lain pula yang tak sempat dijelaskannya. Sepertinya dia punya firasat akan meninggal dunia hari ini. Minimal, dia pesimis hidup.
Dia berkata: "Maafkan saya kiai, saya mohon ampun, dan doakan saya, semoga Allah mengampuni saya." Kalimat ini diulanginya empat kali. Saya jatuh iba padanya. Ternyata, egonya kini tunduk pada penyakitnya. Saya jawab agar dia optimis sembuh dan yeruslah beristighfar. Lalu, telponnya mati.
Sejago-jagonya orang ternyata takluk juga pada penyakit. Masihkah ada yang bisa disombongkan saat malaikat maut hadir untuk mencabut nyawa? Sesakti-saktinya orang, ternyata tak sakti lagi saat bertarung dengan kematian.
Masih beruntung sang jagoan ini memiliki kesempatan meminta maaf dan beristighfar. Entah berapa orang yang telah dihubunginya dan entah salah apa dia kepada saya kok sampai meminta maaf kepada saya dan minta didoakan.
Seingat saya, saya bertemu dengannya saat saya hadir di pengajian di desanya. Saat itu, dia menjaga mobil saya yang diparkir di depan rumahnya karena jalan menuju tempat saya ceramah tak bisa dilewati mobil besar. Ternyata, pertemuan sekali itu memiliki bekas mendalam dalam pikirannya. Salam, AIM. [*]
Baca Kelanjutan Terpopuler - Sang Jagoan pun Menangis Pilu : https://ift.tt/2SLocGQBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Sang Jagoan pun Menangis Pilu"
Posting Komentar