INILAHCOM, Jakarta - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai tidak heran bila isu dugaan korupsi selalu dipandang rekayasa oleh para pihak yang dipanggil penegak hukum karena diduga terlibat korupsi.
Contohnya kasus dugaan penyimpangan anggaran kegiatan kemah dan apel Pemuda Islam yang menerpa Ketua PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dan tengah diselidiki Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
"Saya tak merasa heran sih mendengar orang-orang yang dipanggil penegak hukum, baik KPK maupun Polisi karena kasus dugaan korupsi selalu saja membuat respons yang seolah-olah memperlihatkan bahwa pemanggilannya untuk sebuah kasus merupakan rekayasa pemerintah," katanya saat dihubungi wartawan, Senin (26/11/2018).
Lucius melihat, respon rekayasa dari pihak yang diduga terlibat tersebut adalah ekspresi terkejut yang luar biasa. Bagaimanapun, kata dia, sebuah tindak kejahatan seperti korupsi selalu dilakukan dalam ruang tertutup, gelap, dan sunyi dari keriuhan orang banyak. Hanya pelaku yang terlibat dan mengetahui dengan kejahatan yang dilakukannya.
"Akan tetapi begitu diketahui penegak hukum, maka pasti kaget luar biasa. Orang yang kaget kejahatannya terbongkar akan coba membentengi diri mumpung belum dibongkar total kejahatannya. Yang paling gampang tentu dengan menuduh kasusnya merupakan rekayasa pihak lain termasuk pemerintah," tuturnya.
Dia menambahkan, respon rekayasa adalah emosional biasa yang kerap digunakan sebelumnya oleh pelaku korupsi lainnya. Sayangnya, kata Lucius, menuduh pemerintah terlibat dalam konspirasi sama saja mengajak pemerintah menghentikan gerakan pemberantasan korupsi.
Lucius mengatakan, jika semua kasus korupsi dianggap sekedar mainan pemerintah untuk menjungkalkan lawan politik,artinya pemerintah dianggap menjadikan pemberantasan korupsi sebagai mainan saja. Hal tersebut pun tidak konsisten dengan sikap atau dukungan terhadap pemberantasan korupsi.
"Bagaimana korupsi mau benar-benar hilang dari negeri ini, jika penegakan hukum atas para pelaku selalu dituduh sebagai konspirasi politik," ujar Lucius.
"Saya kira sebagai aktivis anti korupsi, menuduh pemerintah main-main dengan pemberantasan korupsi melalui rekayasa kasus sama saja dengan menegasikan sikap pribadinya sebagai aktifis atas kemauannya memberantas korupsi," sambungnya.
Menurut Lucius, modal curiga dengan penegak hukum tidak bisa mendorong pemberantasan korupsi. Dia melihat ada inkonsistensi sikap ketika mereka yang diperiksa karena dugaan penyalahgunaan uang negara alias korupsi mengalihkan tanggung jawab pribadinya kepada pihak lain yang sangat mungkin tak terlibat sama sekali.
Padahal, lanjut dia, salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah mengandalkan kejujuran untuk mempertanggungjawabkan perbuatan di hadapan hukum yang pasti. Sebab, musuh pemberantasan korupsi adalah ketidakjujuran koruptor untuk mengakui perbuatannya.
Dia menambahkan, urusan pemberantasan korupsi memang merupakan tanggung jawab pemerintah, Namun yang mengeksekusi adalah penegak hukum yang bekerja dengan independen. Semangat ini pun harus ada pada setiap orang yang ingin melihat Indonesia bebas korupsi.
"Kerja penegak hukum akan terganggu jika kita selalu curiga tindakan mereka atas permintaan atau by design pemerintah. Ini kok mengerdilkan pemerintah yang ingin memberantas korupsi. Seolah-olah koruptor begitu pentingnya untuk dikerjain oleh pemerintah. Padahal logikanya koruptorlah yang mengerjain negara dan karenanya hukum harus ditegakkan padanya," tuturnya.
Lanjut Lucius, situasi pilpres saat ini memang membuat banyak hal dipelintir dalam lingkup sekadar permainan politik pemilu. Namun hal tersebut sekaligus komitmen guna membuktikan bagaimana para kandidat bisa tegas dalam isu pemberantasan korupsi.
"Kalau mereka mau saja mendukung anggapan bahwa kasus korupsi tertentu sengaja dibuat untuk menjegal lawan politik pilpres, maka itu artinya semangat pemberantasan korupsi juga patut dipertanyakan. Ketika dia berkuasa nanti, maka bisa jadi memang pemberantasan korupsi hanya jadi komoditas untuk menghantam lawan saja," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak dan Ahmad Fanani, memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya, Jumat (23/11).
Dia diperiksa terkait kasus dugaan penyimpangan anggaran kegiatan kemah dan apel Pemuda Islam Indonesia yang dilaksanakan oleh Kemenpora RI tahun anggaran 2017.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya tengah menyelidiki kasus dugaan penyimpangan anggaran kegiatan kemah dan apel Pemuda Islam Indonesia yang dilaksanakan oleh Kemenpora RI tahun anggaran 2017. Dalam kasus ini, polisi memanggil Dahnil Anzar Simanjuntak dan Ahmad Fanani.[jat]
Baca Kelanjutan Terpopuler - Kasus Dahnil Murni Kasus Hukum Bukan Rekayasa : https://ift.tt/2Bz5wUgBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Kasus Dahnil Murni Kasus Hukum Bukan Rekayasa"
Posting Komentar