DALAM beragama dan dalam bernegara, kita akan temukan berbagai pendapat yang pro atau yang kontra dengan pendapat kita. Itu adalah hal yang natural, alami, biasa. Tak usah merasa paling benar karena ada pendapat yang sama dengan pendapat kita dan tak usah merasa bersalah serta bersedih hati jika ada yang berbeda atau menentang pendapat kita.
Menentang pendapat kita dan bahkan menantang kita itu adalah hal yang mulai marak di negeri kita yang katanya dulu terkenal sejuk, damai dan toleran. Aroma perbedaan pendapat yang mengantarkan pada perpecahan dan pertengkaran mulai tercium agak menyengat. Siapakah kira-kira menyulut api intoleransi yang kini mulai banyak menghias TV. Kalau sejak dulu kita damai dan kini kita mulai resah gelisah, berarti pendatang barulah yang berulah. Atau, adakah kesimpulan lain?
Sekali lagi, sesungguhnya perbedaan pendapat itu hal yang biasa. Sejak dulu perbedaan pendapat diyakini dan dirasakan sebagai rahmat. Lalu mengapa kini perbedaan pendapat itu terasa bagai laknat. Apa yang salah? Jangan-jangan, perbedaan pendapat orang terdahulu itu penuh etika, sopan santun dan disampaikan dengan senyum dan cinta. Sementara kini, perbedaan pendapat itu tanpa ikatan etika dan disampaikan dengan merengut serta bermuatan kebencian. Ah, apa ada dugaan sebab lain?
Sungguh, tidak semua perbedaan pendapat itu karena karakter dalilnya yang berpotensi untuk multitafsir. Sebagian adalah memang karena manusianya yang merasa "gatal-gatal" kalau tidak berbeda pendapat dengan pendapat umum/orang lain. Yang terakhir ini biasanya bersifat politis.
Mari kita jaga keberagamaan kita yang sejuk dan santun. Mari kita tepis ajakan beragama yang kasar dan anarkis. Caranya? Ambillah ilmu agama dari mereka yang memang telah ahli di bidang agama, ulama, tuan guru, ajengan atau ustadz yang bukan tiban alias dadakan atau tiba-tiba menjadi. Salam, al-faqir, AIM. [*]
Baca Kelanjutan Terpopuler - Perbedaan Pendapat : https://ift.tt/2qDNGcIBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Perbedaan Pendapat"
Posting Komentar