
INILAHCOM, Jakarta - Berita lama tentang kasus korupsi kembali menghangat. Berawal dari cuitan salah satu akun twitter @PengawasKPK pada tanggal 8 September 2018.
Dalam cuitannya, KPK watch ini menuding KPK memberikan masukan atau saran terhadap kasus dugaan suap yang diduga melibatkan Lippo Group."KPK iblis seolah malaikat," cuitnya seperti dipantau INILAHCOM, Minggu (9/9/2018) malam.
"Menurut sumber KPK, keputusan Lippo Group Bayar Konsultan untuk Hindari Pemberitaan Korupsi Billy Sindoro di Media, sesuai saran KPK utk melindungi Billy dan Lippo Grup," katanya.
Tak lupa, @PengawasKPK mencantumkan tautan berita nasional tentang dugaannya tersebut. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dikonfirmasi menolak menjelaskan.
Saat dikirimi cuitan @PengawasKPK lengkap dengan tautan berita pertanggal 19 Oktober 2016 itu, Saut hanya membalas dengan mengucapkan terimakasih. Tak jelas maksudnya.
Lippo Group disebut menggunakan jasa konsultan untuk menghindari pemberitaan soal kasus suap pengurusan sejumlah perkara hukum yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Hal tersebut dikatakan Direktur Utama PT Kobo Media Spirit, Stefanus Slamet Wibowo, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/10/2016). Slamet menjadi saksi untuk terdakwa Edy Nasution.
Menurut Slamet, permintaan tersebut disampaikan oleh Paul Montolalu, salah satu petinggi Lippo Group yang menjabat sebagai Direktur PT Direct Vision."Kalau ditanya apakah ada pihak yang meminta jasa konsultan, ada klien kami, di antaranya Pak Paul Montolalu," ujar Slamet di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Paul yang dikenalnya di salah satu usaha Lippo Group yakni First Media, meminta bantuannya untuk mendapatkan citra positif di media. Pencitraan tersebut terhadap sejumlah unit usaha di bawah Lippo Group.
"Misalnya Lippo punya banyak unit kerja yang sahamnya ada di pasar modal, sehingga saya akan dorong dan bantu kalau ada isu positif," kata Slamet.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di KPK, Slamet mengakui bahwa Paul meminta bantuannya untuk mengamankan sejumlah media cetak agar memberikan hal-hal positif terkait PT Paramount Enterprise International, salah satu anak usaha Lippo yang terkait kasus hukum di KPK.
"Saya tidak bermaksud berbohong, tapi Paramount seingat saya tidak pernah. Tapi, kalau di BAP saya tanda tangan, artinya pernah," kata Slamet. Selama 5-6 bulan dia diberikan uang Rp 600 juta oleh Paul untuk membayar sejumlah media cetak, agar memberitakan hal-hal yang positif bagi Lippo Group.
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution didakwa menerima suap secara bertahap sebesar Rp 2,3 miliar. Suap tersebut diduga diberikan agar Edy membantu mengurus perkara hukum yang melibatkan perusahaan di bawah Lippo Group.
Pemberian uang kepada Edy dilakukan secara bertahap, yakni Rp 1,5 miliar dalam bentuk dollar Singapura, dan uang Rp 100 juta dari pegawai Lippo Group Doddy Aryanto Supeno, atas persetujuan dari Presiden Komisaris Lippp Group, Eddy Sindoro.
Kedua, pemberian uang 50.000 dollar AS kepada Edy Nasution, atas arahan Eddy Sindoro. Kemudian, pemberian ketiga, yakni uang sebesar Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno, atas arahan Wresti Kristian Hesti, yang merupakan pegawai bagian legal pada Lippo Group.
Tiga perkara Lippo Group yang diurus oleh Edy adalah perkara eksekusi lahan terhadap PT Jakarta Baru Cosmopolitan. Kemudian, penundaan "aanmaning" perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco).
Diujung kasus ini, hakim memutusukan bahwa praktik suap pengurusan perkara terbukti. Edy divonis 5,5 tahun penjara. Sementara Pegawai PT Artha Pratama Anugrah, Doddy Aryanto Supeno divonis 4 tahun penjara.[Ivs].
Baca Kelanjutan Terpopuler - KPK 'Disentil' Kasus Lama tentang Lippo Group : https://ift.tt/2QigpPyBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - KPK 'Disentil' Kasus Lama tentang Lippo Group"
Posting Komentar