Media sosial menjadi 'warna-warni' dan bercorak selama karantina pandemi virus corona memasuki bulan ke-enam ini. Berkat kreativitas dan ketersediaan waktu, lahir kembali tren tie dye yang diaplikasikan dalam baju yang dikenakan sehari-hari di rumah.
Tapi sesungguhnya tie dye bukan barang baru di industri fashion. Apalagi dalam fashion dikenal siklus. Jadi, apa yang Anda lihat kini pernah terjadi beberapa tahun lalu.
Tie dye lahir kembali di tengah situasi tidak pasti pandemi dan kondisi yang dirasa serba terbatas. Sedangkan jika menilik tren tie dye dulu, justru ia lahir saat masa kerusuhan.
Kayla Marci, analis pasar di perusahaan analisis data ritel Edited mengungkapkan tie dye menonjol di Barat selama gerakan perlawanan budaya pada 1960-an dan 1970-an.
Pada era 70-an, ia melihat perubahan politik dan budaya. Kondisi demikian kurang lebih mirip dengan kondisi saat ini sehingga ada kebangkitan tren.
"Fashion yang bersifat nostalgia bisa digunakan sebagai bentuk pelarian karena konsumen menghadapi masalah global termasuk pandemi, resesi dan kerusuhan sipil," kata Marci mengutip dari South China Morning Post.
Popularitas tie dye pun dengan cepat dibaca label-label fashion terutama label busana athleisure (athlete and leisure) dan pakaian harian.
Menurut Kimberly Swarth, CEO dari label athleisure Onezie, orang kini mencari sesuatu dengan nuansa kebebasan dan print tie dye mampu merepresentasikan hal ini.
"Print tie dye membawa kembali rasa dari periode bentuk kebebasan 'hippy' yang revolusioner dalam sejarah. Melalui print yang ajaib ini, orang bisa memancarkan perasaan ini," terang Kimberly Swarth.
Sedangkan menurut Kelly Cooper, wakil presiden senior di label Chico menganggap tampilan tie dye memang jadi inspirasi perusahaan. Selama 37 tahun berdiri, tie dye seperti tak ada matinya.
Apalagi untuk saat ini, tie dye seperti 'must-have-item' selama musim panas.
"Pandemi dan konsumen banyak menghabiskan waktu di rumah, ketertarikan akan fashion yang bersifat nostalgia kembali populer dalam area busana-busana harian yang nyaman," imbuh dia.
Tie Die Banyak Dicari
Barangkali apa yang Anda lihat di media sosial hanya nukilan dari sekian besar popularitas tie dye.
Perusahaan penjualan Poshmark mencatat penjualan barang bernuansa tie dye meningkat 75 persen di kalangan perempuan dan 100 persen di kalangan pria selama Maret, April, dan Mei dibanding periode yang sama tahun lalu.
Tidak hanya pembelian pernak-pernik tie dye, orang pun ingin membuat kreasi tie dye sendiri. Swasti Sarna, insight manager di Pinterest mengatakan pencarian terhadap 'tie dye techniques videos' meningkat dua kali lipat dalam lima pekan terakhir.
Ilustrasi: Data Pinterest menunjukkan pencarian video teknik membuat tie dye meningkat dua kali lipat dalam lima pekan terakhir. (Foto: iStockphoto/yongyeezer)
|
Kemudian pencarian untuk 'bleach tie dye' dan 'tie dye crafts' meningkat hingga 13 kali dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
"Membuat tie dye di rumah jadi hobi yang menyenangkan di kalangan pinners (pengguna Pinterest) selama pandemi dan kini pinners mencari teknik baru untuk dipelajari," terang Sarna.
Sementara itu, Marci mengatakan kaum selebriti juga berkontribusi akan popularitas tie dye. Mereka membagikan kreasi tie dye melalui media sosial seperti TikTok.
"Print seperti menyumbangkan tren di pandemi, baju harian dengan celana tie dye, jumper dan setelan menjadi produk yang dicari selama pandemi," ucap Marci.
(els/NMA)"tren" - Google Berita
August 09, 2020 at 09:22AM
https://ift.tt/3a9RRTx
Alasan di Balik Kembalinya Tren Tie Dye di Tengah Pandemi - CNN Indonesia
"tren" - Google Berita
https://ift.tt/2FjbNEI
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Alasan di Balik Kembalinya Tren Tie Dye di Tengah Pandemi - CNN Indonesia"
Posting Komentar