INILAHCOM, Jakarta - Bank Dunia melaporkan, masalah stunting atau gagalnya seseorang mencapai potensi pertumbuhan akibat malnutrisi kronis dan sakit masih menghantui rakyat Indonesia.
Dalam debat Capres 2019 yang memasuki putaran dua pada Minggu (17/2/2019), masalah ini seharusnya menjadi perhatian nan serius. Artinya, rakyat perlu tahu bagaimana gagasan dan pikiran Joko Widodo maupun Prabowo Subianto dalam membangun Indonesia yang adil dan sejahtera. Apalagi menyangkut masa depan anak bangsa.
Tentu saja, masalah stunting tidak bisa diremehkan. Karena sangat menentukan berhasil-tidaknya pembangunan. Jadi, membangun Indonesia bukan sekedar jor-joran membuat jalan tol, pelabuhan, jembatan atau bahkan bandara. Urusan pangan dan gizi masih menjadi problem besar bagi bangsa ini.
Tatkala daya beli rakyat memburuk dan perekonomian terpuruk, ditambah beban utang lebih dari Rp5.000 triliun, masa depan anak bangsa sungguh mengkhawatirkan.
Apalagi, Bank Dunia (World Bank) melaporkan, angka stunting di Indonesia berada di level yang mengkhawatirkan. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, 37% anak berumur di bawah lima tahun di Indonesia, atau hampir sembilan juta anak, mengalami stunting.
Kondisi ini dapat secara permanen membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak-anak, dan menyebabkan kerusakan seumur hidup. Hampir seperempat balita di seluruh dunia mengalami stunting.
Pada 2017, Wakil Presiden Jusuf Kalla, menyerukan perlunya pengembangan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (Kuntet,Cebol).
Di mana, strategi ini mendapat dukungan dari Bank Dunia, dibuat berdasarkan pembelajaran di Indonesia dan global. Tidak salah apabila Indonesia belajar dari keberhasilan Peru menurunkan tingkat stunting menjadi setengah hanya dalam tujuh tahun.
"Stunting (kuntet) pada anak-anak balita merupakan refleksi masa depan Indonesia. Isu ini sekarang menjadi prioritas pemerintah," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Namun, empat tahun lebih Jokowi berkuasa, masalah itu terus menghantui. Komitmen nasional tersebut akan memerlukan kerja sama yang lebih kuat di antara para pemangku kepentingan. "Stunting merupakan masalah bersama," kata Nila Moeloek, Menteri Kesehatan.
"Perlu kerja sama lebih baik antara lembaga pemerintah di tingkat nasional dan daerah. Juga dengan sektor swasta, organisasi masyarakat, dan akademisi," lanjut Nila Moeloek.
Angka stunting di Indonesia ada pada tahap mengkhawatirkan, dengan 37% anak di bawah lima tahun mengalami stunting. Lalu, bagaimana mengatasinya?
Karena itu, debat Capres harus memfokuskan pada urusan pangan, dan kesehatan serta pendidikan serta pengembangan sumber daya manusia. Masalahnya, bagaimana dan apa gagasan Jokowi maupun Prabowo mengenai soal-soal berat itu? Pikiran dan gagasan adalah kemampuan intelektualisme.
Cendekiawan Yudi Latif pada 2015 pernah menggambarkan terjadinya arus besar anti-intelektualisme dalam masyarakat.
Mengenai hal itu, teknokrat ekonomi senior Rizal Ramli sangat prihatin dan miris dengan kecenderungan umum bahwa para pejabat, pengusaha, elite, pemimpin dan masyarakat serta politisi semakin dangkal, banal dan pragmatis, serta tidak menghargai pikiran dan gagasan untuk mencerdaskan dan memajukan bangsa dan negara. "Yudi Latif pada 2015 sudah menggambarkan terjadinya arus besar anti-intelektualisme dalam masyarakat," ujar RR, sapaan akrab Rizal Ramli.
"Banyak orang yang tidak lagi menghargai pikiran, bahkan mengembangkan sinisme terhadap kedalaman pengetahuan. Kaum intelektual Indonesia sedang dalam pusaran arus pendangkalan pikir," ungkap Yudi Latif, cendekiawan Muslim.
Dalam hal ini, berulangkali ekonom Rizal Ramli mendorong para capres 2019, menyuarakan pikiran dan gagasan yang bernas. Bukan sekedar menawarkan tahu dan tempe, tapi harus berani menawarkan menu spesial yang menjamin empat sehat lima sempurna bagi rakyat. Mengartikulasikan pikiran bagaimana memenuhi kebutuhan sandang, papan dan pangan secara cerdas dan tangkas.
"Tapi kita masih mendengar dan melihat tawaran para capres masih menu tahu dan tempe, padahal rakyat butuh pikiran/gagasan yang menarik dan kredibel, rakyat menunnggu tawaran menu spesial," kata RR, Menko Ekuin era Presiden Gus Dur itu.
Para intelektual dan teknokrat menghimbau para capres mengajukan pikiran/gagasan segar, dan relevan dengan tantangan zaman, bukan sekedar debat capres yang "business as usual."
Di mana, gagasan atau tawarannya hanya ituitu melulu. Yang hanya membuat pikiran dan intelektialisme mati suri.
Debat capres seyogyanya mengetengahkan pikiran dan gagasan besar untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil dan makmur. Hal itu menjadi tantangan bagi para capres. Publik menunggu hal itu , agar debat capres menjadi lebih bermutu, tidak asal waton suloyo (asal berbeda). Sebab ini menyangkut nasib 250 juta rakyat Indonesia. [ipe]
Baca Kelanjutan Terpopuler - Jokowi Sukses Bikin Jalan Tol, Stunting Apa Kabar? : http://bit.ly/2th8EPHBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Jokowi Sukses Bikin Jalan Tol, Stunting Apa Kabar?"
Posting Komentar