SEPULANG dari Masjid RJ Sidoarjo usai ceramah subuh dengan judul Mengetuk Pintu Langit, saya diajak mampir ke rumah Pak Haji Samhari, pemilik Showroom Sam Mobil itu. Pak Ferdi, pejabat teras Astra, juga ada bersama kami berbincang santai tentang kebahagiaan, tema yang tak pernah usang. Kami, yang sama-sama berasal dari desa, berbincang tentang orang desa yang memaknai bahagia dengan cara yang sederhana.
Ketela pohon rebus dan minuman poka (khas Madura) adalah makanan dan minuman murah yang sangat membahagiakan bagi orang desa. Bahagia tak perlu mahal, demikian ungkapan banyak orang desa. Bahagia itu masalah pikiran dan hati, demikian kata para santri di desa. Duduk-dukuk santai selonjoran setelah shalat sambil berbincang tentang tanaman sawah. Mereka menutup perbincangan dengan kesimpulan pendek: "Jangan terlalu banyak mikir bab rizki. Pasrahkan saja pada kehendak Allah." Mereka pun tenang
Kami berbincang lagi tentang bahagianya orang desa akan karunia yang diterimanya walaupun hanya kecil dan sedikit. Bersedekah 20 ribu kepada orang desa, kalimat syukurnya tak akan selesai dilantunkan selama satu minggu. Sementara sedekah 20 ribu kepada orang kota dianggap hal remeh: "Ah, cuma cukup untuk sepiring nasi." Sungguh lebih bahagia orang desa walau sama-sama mendapatkan 20 ribu. Yang membuat bahagia adalah syukur.
Kami melanjutkan perbincangan tentang kerja kerasnya orang desa dan semangat ibadahnya yang tak pernah kendor. Seharian mencangkul di sawah, adapula yang menyemai tanaman di sawah, ada pula yang membajak kebun, dan ada pula yang menyabit rumput.
Saat bedug dhuhur bertalu-talu, mereka pulang untuk shalat, makan dan istirahat sejenak sambil mendengarkan kidung tradisional di radio. Lalu berangkat lagi ke sawah. Apa tidak capek? Mengapa masih ingat ibadah? Jawaban mereka: "Sangu mati harus lebih banyak ketimbang sangu hidup. Hidup di dunia cuma sebentar." Mereka menikmati hidup berimbang seperti ini.
Yang paling menarik, orang desa itu tidak merasa pintar sendiri, walau mereka berpendidikan tinggi sampai bergelar doktor. Setiap akan memutuskan sesuatu pastilah mereka sowan kepada kiai untuk meminta fatwa. Fatwa kiai dianggap sebagai representasi kebenaran, mewakili kehendak Allah.
Inilah sebabnya mengapa posisi kiai di Madura begitu kuat. Bisa dipastikan paling lama setiap bulan selalu saja sowan kepada kiai. Walau tak untuk meminta pendapat, biadanya ingin mendapatkan ilmu dan nasehat. Waktu paling lama satu bulan satu kali ini tidak berlaku pada sebagian besar politisi yang biasanya sowan sekali dalam lima tahun. Kata orang desa: "Bersama dengan kiai, hati menjadi sejuk, tak galau dengan masalah hidup."
Ternyata, bagi orang desa, bahagia itu tidak mahal dan tidak rumit: nikmati apa yang ada, syukuri apabyang dipunya, jangan lupa beribadah dan selalulah bersama alim ulama. Bagaimana dengan cara kita untuk bahagia?
Saya langsung pamit pulang dengan hati bahagia, sambil membawa bahan poka pemberian Bapak Ferdi. Ada yang penasaran akan minuman poka? Datanglah ke pondok, akan kami tunjukkan agar beli sendiri. Hahaa, maaf, yang ada di kami adalah limited edition, alias terbatas. Salam pagi, AIM. [*]
Baca Kelanjutan Terpopuler - Cara Orang Desa Berbahagia, Murah dan Sederhana : https://ift.tt/2ItlGUSBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Cara Orang Desa Berbahagia, Murah dan Sederhana"
Posting Komentar