Search

Tren 2020 - Terakota Terakota Terakota Terakota Terakota - Terakota.id

Ilustrasi : brightside.me

Terakota.id–Masih ingat tren-tren (kecenderungan) yang sempat heboh dan membuat masyarakat terlena? Beberapa tren pernah muncul dengan memanfaatkan kondisi masyarakat yang kian tak menentu. Sebut saja tren Ikan Koi (2002),  tanaman Gelombang Cinta (2007), Akik (2014), dan tanaman Janda Bolong (2020).

Tentu saja setiap masa punya ciri khasnya sendiri. Setiap tahun punya tren sendiri pula. Trend itu pulalah yang membuat orang terpikat, ikut-ikutan, sampai takut dianggap tidak mengikuti zaman atau “kampungan”. Bahkan hanya untuk mengikuti zaman sampai bertindak di luar kenormalan. Bisa karena memang mengikuti tren atau biar tidak dianggap orang modern.

Tren selalu terulang setiap saat. Selalu ada yang mencoba mempopulerkan. Juga ada saja orang-orang yang tetap terpikat. Masalahnya, tren bukan fenomena yang kuat. Namanya juga kecenderungan. Saat kecenderungan lain muncul, kecenderungan yang lama tentu akan dilupakan.

Masih ingat kecenderungan orang sampai tergila-gila dengam tanaman  gelombang cinta? Bibitnya saja bisa mencapai harga Rp 50 juta. Jika besar bisa mencapai harga Rp 1 milyar. Gila bukan? Betapa banyak orang yang membanggakan diri bagian dari tren itu kemudian malu karena sudah menghabiskan harta bendanya sementara ia tidak mendapatkan keuntungan selain hanya diatur-atur atau diboongi oleh tren?

Saya jadi ingat penjual sayur keliling di depan rumah di Malang. Pedagang tersebut  sudah punya pelanggan tetap. Mobil pikap-nya selalu dinantikan kehadirannya setiap pagi. Sayurannya lengkap. Pembeli sayur pun tidak usah ke pasar. Ia cukup menunggu di rumah. Penjual sayur itu akan membunyikan klakson tanda ia sedang lewat. Berbondong-bondonglah (yang umumnya) ibu-ibu yang akan belanja sayur.

Namun, beberapa saat saya tidak mendengar suara klakson mobilnya. Dengar dari tetangga katanya mobil dijual untuk modal dagangan tanaman Gelombang Cinta (salah satu jenis Anthurium) harganya mahal dan tak rasional. Ia berharap dapat meraih untung. Tentu atas bujukan orang lain untuk berjualan tanaman tersebut.

Tetapi yang terjadi sebaliknya. Ia tak mendapatkan untung sebagaimana dibayangkan. Yang terjadi ia merugi. Sementara mobil pikap untuk modal berjualan sayur sudah dijual.  Ia pun akhirnya hanya bisa meratapi nasibnya. Jualan sayur yang telah dirintis lama dengan pelanggan loyal akhirnya musnah. Belakangan ia menjual sayur dengan sepeda motor. Tetapi saat ini sudah digantikan oleh pedagang sayur yang lain.

Itulah fenomena tren. Fenomena yang hanya memanfaatkan kondisi dan bahkan bisa diskenariokan oleh orang-orang yang bisa “bermain”. Setelah untung, para “pemain” itu akan pergi begitu saja untuk mencari peruntungan yang lain. Sementara masyarakat umumlah yang tetap menjadi korban.

Tren Pemakan Korban

Apa yang bisa dipetik dari tren? Setidaknya bisa ikut populer atau bisa dianggap tidak ketinggalan zaman. Masih ingat dengan tren Semut Jepang? Ada seorang teman yang berbusa-busa saat berbicara tentang manfaat Semut Jepang. Branding, sosialisasi berita kemanfaatan Semut Jepang sangat populer. Orang kemudian beternak, mengonsumsi bahkan menjual semut tersebut. Banyak orang termakan isu-isu manfaat Semut  Jepang itu.

Lalu apa yang terjadi? Namanya juga trend. Tren Semut Jepang kemudian hilang. Bahkan saat ini tak banyak orang yang membicarakan Semut Jepang tersebut. Kemana larinya Semut Jepang itu? Entahlah. Tetapi yang jelas ada sebagian anggota  masyarakat  yang sudah termakan “bujuk rayu” tren tersebut. Mereka adalah korban ambisi atas informasi yang tidak akurat.

Kemudian tahun 2020 tren lain muncul. Namanya  Gowes (bersepeda santai). Tentu trend ini positif. Gowes, salah satu dari dampak Pandemi Covid-19. Masyarakat jadi bosan di rumah. Masyarakat jadi semakin paham pola hidup sehat. Gowes salah satu caranya.

Apakah tren Gowes sama dengan tren sebelumnya? Hampir sama. Selalu ada pihak yang diuntungkan dengan trend Gowes. Misalnya toko dan perakit sepeda angin. Anggap saja rejekinya. Kalau trend ini positif yakni pola hidup sehat. Hanya harga sepeda mendadak naik tajam. Sementara yang lain, seperti Koi,  Gelombang Cinta, Janda Bolong, Akik banyak menelan korban. Dengan kata lain banyak anggota masyarakat yang dibohongi oleh tren tersebut. Namanya juga tren. Nanti akan hilang dan akan muncul tren-tren lain.

Tren Janji Politisi

Tahun 2020 ternyata banyak tren. Selain Gowes, Janda Bolong juga ada tren janji politisi dan elite politik. Soal pananganan Pandemi Covid-19 misalnya. Siapa yang pernah berjanji untuk segera mengatasi virus mematikan ini? Siapa yang menyepelekan virus ini bisa berkembang di Indonesia? Lembaga survei mana yang pernah mengatakan bahwa virus tersebut akan berakhir pada bulan Juni 2020 (saat tulisan ini dibuat kita sudah memasuki bulan November dan perkembangan virus belum bisa ditekan).

Lalu siapa juga yang menjanjikan pembelian vaksin? Siapa yang menjanjikan vaksin bisa didapatkan dengan mudah? Siapa lagi yang mengatakan bahwa virus pasti bisa ditekan dengan membuka keran-keran ekonomi? Katanya jika keran ekonomi tidak dibuka masyarakat akan semakin sakit dan itu mudah bagi menjalarnya virus covid-19. Hayo, siapa lagi? Begitu banyak tren janji elite politik, bukan?

Tren janji politisi akan muncul sebentar lagi dengan adanya Pemilihan Kepala daerah (PIlkada) serentak akhir tahun 2020. Lihat dan amati janji-janji politisi tersebut. Bukankah itu sebuah tren yang akan bersaing ketat dengan janji-janji penanganan virus covid-19? Janji akan terus diucapkan. Selayaknya lagu lama. Setelah terpilih janji akan dilupakan. Anehnya, masih banyak juga masyarakat yang percaya janji politisi.

Terhadap politisi Oh Su Hyang (2020) pernah mengutip pernyataan seorang politisi, “Sekarang ini, bila menjelang waktu Pemilu, banyak ikan yang bermunculan tiba-tiba. Semua mengaku bersih. Namun dari pengalaman selama ini, setelah dipilih dan dimasukkan ke dalam kolam politik yang keruh, ikan-ikan itu mati atau mereka bermutasi agar bisa bertahan hidup”.

Tren janji politisi akan terus diputar dengan suara merdu seperti bius untuk menahan rasa sakit.  Tujuan tren janji itu agar mendapat simpatik masyarakat umum. Jadi betapa banyak janji para elite politik dan politisi yang telah, sedang dan akan kita dengarkan. Untuk bisa hidup lebih sehat, ada kalanya kita tak boleh percaya begitu saja pada perkataan mereka. Jika tren yang lain bisa dipertimbangkan untuk diikuti meskipun toh ending-nya sudah bisa diduga, tren janji politisi sebaiknya dihindari.

Let's block ads! (Why?)



"tren" - Google Berita
November 02, 2020 at 06:04AM
https://ift.tt/2TKzsFe

Tren 2020 - Terakota Terakota Terakota Terakota Terakota - Terakota.id
"tren" - Google Berita
https://ift.tt/2FjbNEI
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Tren 2020 - Terakota Terakota Terakota Terakota Terakota - Terakota.id"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.