Di tengah-tengah pandemi ini ada pergeseran (kalau tidak dikatakan revolusi) luar biasa dalam tatanan budaya seperti budaya kerja, budaya hidup sehat, budaya ibadah, dan budaya lainnya. Beberapa waktu lalu saya menerima beberapa pesan Whatsapp (WA) berisi gambar hasil tangkapan layar ponsel teman-teman baik di grup maupun di saluran pribadi. Mereka memamerkan kegiatan teleconference mereka sebagai ganti aktivitasnya sebagai guru.
Gambar maupun video tangkapan layar itu menunjukkan teleconference dengan kepala sekolah, guru-guru, dan dengan murid-muridnya di sekolah. Tak sedikit yang berbagi aktivitas itu membubuhkan komentar tentang kegiatan mereka. Umumnya mereka menyatakan kepuasannya dalam menggunakan platform konferensi jarak jauh seperti Zoom, Webex, atau Skype. Bagi platform-platform itu, pandemi ini merupakan hari raya; jutaan pengguna baru akan mengunduh dan memakai platform mereka.
Bagaikan ahli pendatang baru di dunia teknologi informatika, teman-teman berebut menjelaskan cara kerja hingga mengulas beberapa platform dan memberikan rekomendasi. Melihat itu semua saya geli dan akhirnya terpancing juga membagikan video tangkapan layar. Yang saya bagikan adalah secuil video tangkapan layar ketika saya mengikuti Virtual Press Conference yang digelar WHO khusus persoalan Covid-19.
Sungguh, budaya ini sulit kita temukan bahkan beberapa bulan yang lalu. Bukan teknologinya yang belum tersedia, bukan pula koneksi internetnya yang minim, melainkan memang masyarakatnya yang belum siap untuk perubahan itu. Bila tidak ada kejadian luar biasa ini, rasanya kecil kemungkinan masyarakat (termasuk pendidik) dan murid mengenal dan memanfaatkan platform-platform tadi. Kini teleconference benar-benar menjadi tren.
Di lingkungan saya bekerja juga ada pergeseran budaya. Ini sangat vital bagi keberlangsungan suatu organisasi pemerintahan. Meski teleconference bukan barang baru di dunia administrasi pemerintahan, tetapi kenyataannya adalah pertemuan jarak jauh ini jarang (hampir tidak pernah) dilakukan. Tidak tanggung-tanggung, bupati dan wakilnya beberapa kali menggelar teleconference dengan pemerintah provinsi, Badan Pemeriksa Keuangan, hingga dengan Kementerian Dalam Negeri.
Ada sesuatu yang luar biasa dalam pengamatan saya. Pertemuan jarak-jauh itu membuahkan hasil. Koordinasi dan konsolidasi ternyata semurah, semudah, secepat, dan seefektif itu! Hanya dengan sambungan internet dan Zoom, kegiatan yang tradisinya harus menghadirkan para pihak di tempat konferensi seperti hall hotel maupun convention center dapat terlaksana dengan baik.
Bukan sekadar tradisi, berapa banyak anggaran yang seharusnya dibelanjakan seperti biaya akomodasi hotel, biaya transportasi, dan uang saku (harian) kalau pertemuan itu harus menghadirkan undangan secara fisik. Kita bisa membayangkan betapa hematnya ketika misalnya 38 kepala daerah di Provinsi Jawa Timur tidak melakukan perjalanan dinas, tidak menginap di hotel, dan tidak belanja ini itu. Ratusan juta rupiah!
Belum lagi misalnya Menteri Dalam Negeri menggelar teleconference dengan 514 bupati/wali kota se-Indonesia dari ruang kerjanya masing-masing dalam sekali waktu. Dengan sedikit teknologi berbayar, hal itu bukan mustahil dilakukan dan berapa miliar rupiah uang negara bisa dihemat.
Tentu saja gelaran teleconference bukan tanpa kekurangan. Beberapa kekurangannya antara lain kegagalan dalam pengaturan peralatan, komunikasi yang kurang memuaskan, belum berasa seperti pertemuan banyak orang, tidak ada aktivitas sosial di antara peserta, kualitas audio, visual, dan beberapa masalah lainnya.
Namun, kembali pada prinsip komunikasi, jika pesan yang disampaikan oleh komunikator diterima dengan baik oleh komunikan, maka komunikasi itu berhasil. Dengan menghilangkan beberapa aspek kenyamanan dalam komunikasi, maka teleconference menjadi pilihan yang rasional bukan hanya pada masa-masa pandemi seperti sekarang ini melainkan juga untuk masa yang akan datang.
Gagasan baik seperti ini bukan tanpa hambatan. Penampikan terhadap program seperti ini akan selalu ada. Mengapa? Karena masih banyak kepala daerah ataupun pejabat yang hobi pelesir dengan menumpang kegiatan dinas. Bila teleconference diberlakukan, mereka akan merasa kesenangannya terkurangi. Beberapa kepala daerah memang hobi berkunjung ke pusat untuk tujuan terselubung yaitu pencairan dana Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
Detikfinance (10/12) menurunkan laporan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluhkan ada pejabat/kepala daerah yang hobi melakukan perjalanan dinas ke Jakarta. Dia menyebutkan bahwa ada kepala daerah beserta rombongannya yang pergi ke pusat dalam setahun sebanyak 46 kali! Model-model pejabat/pemimpin seperti inilah yang akan menolak sistem pertemuan baru ini yakni konferensi jarak jauh.
Selamat Datang Era Baru
Suatu pagi saya membaca di grup WA imbauan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Dalam suratnya, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengimbau pengawas pendidikan, kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa se Jawa Timur untuk mengikuti kegiatan Istighotsah Kubro Online. Kegiatan yang disiarkan langsung oleh berbagai stasiun televisi dan radio se Jawa Timur ini akan dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indah Parawansa dan 19 kiai sepuh dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.
Sungguh, teleconference sudah merembes ke berbagai ceruk administrasi pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Covid-19 memang menyedihkan dan memakan korban yang tidak sedikit. Namun pandemi ini adalah titimangsa di mana pemerintah harus berbenah dan berubah. Banyak keuntungan dari pemanfaatan teknologi informatika dalam administrasi pemerintahan.
Teleconference hanyalah unit kecil dari keseluruhan teknologi modern. Anggaran yang dihemat bukan satu-satunya alasan untuk menggunakan teknologi dalam menjalankan roda pemerintahan. Pergeseran budaya dari boros ke hemat, dari berlama-lama ke segera, dari berbelit-belit ke to the point, dan dari mental jalan di tempat ke lari cepat dapat melatarbelakangi pemanfaatan teknologi informatika.
Yang perlu dipikirkan lebih jauh adalah bagaimana teleconference ini bisa menyentuh kalangan masyarakat biasa, bukan hanya untuk antarinstansi. Sebagai contoh, bagaimana instansi pemerintah bisa menggelar teleconference dengan para pedagang rokok untuk sosialisasi rokok ilegal terkait dengan peralatannya dan koneksi internetnya.
(mmu/mmu)"tren" - Google Berita
April 13, 2020 at 01:30PM
https://ift.tt/3cgl7HI
Pandemi dan Tren "Teleconference" - detikNews
"tren" - Google Berita
https://ift.tt/2FjbNEI
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pandemi dan Tren "Teleconference" - detikNews"
Posting Komentar