INI adalah kisah nyata. Keluarga ini adalah keluarga berada. Berada itu adalah istilah lain dari kata kaya. Keliling ke berbagai destinasi wisata populer di dunia adalah hal biasa bagi keluarga ini. Baru saja mereka sekeluarga pulang dari keliling Eropa plus umroh, sebuah program yang tak mampu dilakukan kebanyakan orang. Pertanyaannya adalah bahagiakah mereka?
Ada beda antara bahagia dan bangga, bahagia dan senang, bahagia dan nikmat. Kebanyakan orang tertipu dengan menganggapnya sama. Ada banyak orang yang membeli gengsi walau dengan harga yang mahal. Prinsipnya adalah aku memiliki dan mengalami sesuatu yang tak dimiliki dan dialami oleh orang lain. Dari sinilah lahir kata tampil beda. Bagaimana dengan kebahagiaan mereka itu?
Sepulang tour Eropa plus umrah itu anaknya protes keras dengan berkata: "Kenapa sih papa mama bertengkar terus? Kami ini kaya tapi tidak bahagia. Coba lah lihat ustadz ngajiku itu. Mereka hidup seadanya tapi bahagia sekali." Kisah protes ini sampai ke telinga ustadznya, dan ustadz itu bercerita kepada saya. Saya menjadi saksi kesederhanaan ustadz dan keluarganya dan keikhlasannya dalam melayani ummat.
Mendengar kisah itu saya berkomentar mengutip kalimat bijak para ulama: "Mereka yang tak menemukan bahagia dalam hatinya sendiri, tak akan pernah temukan bahagia di tempat manapun. Bahagia adalah urusan hati." Kalimat indah yang sungguh teramat dalam maknanya.
Al-Qur'an surat At-Tin menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah. Sudahkah kita berwisata ke dalam diri kita sendiri? Jawaban kebanyakan orang mungkin adalah "tidak." Mengapa? Karena hatinya sendiri belum indah. Ada banyak konflik di sana. Tugas kita kini adalah menghiasi hati dengan keindahan budi setelah mengosongkannya dari duri-duri etika. Salam, AIM. [*]
Baca Kelanjutan Terpopuler - Belajar dari Ketidakbahagiaan Orang Lain : http://bit.ly/2rXLsoRBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Belajar dari Ketidakbahagiaan Orang Lain"
Posting Komentar