Buku yang diterbitkan IBFD pada 2015 ini mencoba membahasnya dalam kasus masing-masing negara. Secara total, terdapat 33 negara yang melaporkan reformasi kebijakan pajak serta pihak yang menjadi penggerak tren tersebut di masing-masing negara.
Namun, masih terdapat beberapa laporan per negara yang dapat dikatakan ‘sangat minimalis’ jika dibandingkan dengan laporan negara lain yang komprehensif di tengah alur pembahasan tiap bab yang sangat terstruktur.
Salah satu yang menarik dalam pembahasan buku ini adalah tren kebijakan pajak berupa laporan belanja perpajakan. Dalam implementasinya, hanya sedikit negara yang menjadikan belanja perpajakan sebagai acuan dalam melakukan reformasi pajak.
Padahal, laporan belanja perpajakan dapat menunjukkan fasilitas pajak apa saja yang efektif untuk mencapai tujuan yang dikehendaki suatu negara, terutama dalam konteks mendorong pertumbuhan ekonominya.
Selain itu, laporan tersebut juga mampu menjadi instrumen yang digunakan pemerintah untuk ‘menangkal’ lobi-lobi dari pelaku bisnis yang ingin memanfaatkan berbagai jenis insentif pajak berbasis diskresi di suatu yurisdiksi. Ke depannya, laporan belanja perpajakan diharapkan semakin berkembang sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mereformasi kebijakan perpajakan negara.
Tidak hanya berbasis tren kebijakan, Pasquale Pistone yang merupakan penulis pembuka buku ini juga membahas latar belakang ilmu dari para pemangku kebijakan di sektor perpajakan.
Berdasarkan laporan dari pelbagai negara, ia menyatakan perpajakan seyogianya menjadi bidang ilmu yang bersifat interdisipliner, sehingga para pemangku kebijakannya tidak cukup hanya menguasai satu bidang ilmu yang terfragmentasi. Hal ini terutama ditujukan untuk para praktisi yang turut berperan dalam formulasi kebijakan pajak.
Menurut Pistone, terdapat tiga pemain utama di luar pihak pemerintah yang turut berperan dalam formulasi kebijakan pajak suatu negara. Pihak pertama adalah pihak dengan tujuan spesifik dari suatu kebijakan, seperti politisi dan kelompok pelobi kebijakan.
Lalu pihak yang mengharapkan tujuan yang bersifat umum dari kebijakan pajak, mencakup akademisi dan asosiasi profesi. Terakhir, perwakilan yang ditunjuk pemerintah, seperti tenaga ahli yang mampu membujuk secara lebih luas kepada masyarakat.
Buku yang dieditori oleh Michael Lang, Pasquale Pistone, Alexander Rust, Josef Schuch, Claus stringer, dan Alfred Storck ini juga menunjukkan pola perubahan hubungan antara wajib pajak dengan otoritas yang semakin bergerak ke arah berbasis kepatuhan yang bersifat sukarela dan kerja sama.
Dalam konteks domestik per negara, buku ini berhasil menjabarkan tren reformasi kebijakan perpajakannya. Namun, buku yang diangkat dari Rust Conference pada 2013 ini belum terlalu menggali formulasi kebijakan pajak multilateral yang berbasis diskusi skala internasional.
Hal ini patut dipahami mengingat belum banyak forum global yang membahas koordinasi kebijakan pajak global selain BEPS Inclusive Framework. Belum ada juga organisasi khusus yang menaungi kebijakan pajak secara global, seperti halnya perdagangan yang dikomandoi oleh World Trade Organization (WTO).
Tertarik mendalami lebih lanjut mengenai tren formulasi kebijakan pajak di pelbagai negara? Silakan berkunjung ke DDTC Library. (rig)
Buku yang diterbitkan IBFD pada 2015 ini mencoba membahasnya dalam kasus masing-masing negara. Secara total, terdapat 33 negara yang melaporkan reformasi kebijakan pajak serta pihak yang menjadi penggerak tren tersebut di masing-masing negara.
Namun, masih terdapat beberapa laporan per negara yang dapat dikatakan ‘sangat minimalis’ jika dibandingkan dengan laporan negara lain yang komprehensif di tengah alur pembahasan tiap bab yang sangat terstruktur.
Salah satu yang menarik dalam pembahasan buku ini adalah tren kebijakan pajak berupa laporan belanja perpajakan. Dalam implementasinya, hanya sedikit negara yang menjadikan belanja perpajakan sebagai acuan dalam melakukan reformasi pajak.
Padahal, laporan belanja perpajakan dapat menunjukkan fasilitas pajak apa saja yang efektif untuk mencapai tujuan yang dikehendaki suatu negara, terutama dalam konteks mendorong pertumbuhan ekonominya.
Selain itu, laporan tersebut juga mampu menjadi instrumen yang digunakan pemerintah untuk ‘menangkal’ lobi-lobi dari pelaku bisnis yang ingin memanfaatkan berbagai jenis insentif pajak berbasis diskresi di suatu yurisdiksi. Ke depannya, laporan belanja perpajakan diharapkan semakin berkembang sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mereformasi kebijakan perpajakan negara.
Tidak hanya berbasis tren kebijakan, Pasquale Pistone yang merupakan penulis pembuka buku ini juga membahas latar belakang ilmu dari para pemangku kebijakan di sektor perpajakan.
Berdasarkan laporan dari pelbagai negara, ia menyatakan perpajakan seyogianya menjadi bidang ilmu yang bersifat interdisipliner, sehingga para pemangku kebijakannya tidak cukup hanya menguasai satu bidang ilmu yang terfragmentasi. Hal ini terutama ditujukan untuk para praktisi yang turut berperan dalam formulasi kebijakan pajak.
Menurut Pistone, terdapat tiga pemain utama di luar pihak pemerintah yang turut berperan dalam formulasi kebijakan pajak suatu negara. Pihak pertama adalah pihak dengan tujuan spesifik dari suatu kebijakan, seperti politisi dan kelompok pelobi kebijakan.
Lalu pihak yang mengharapkan tujuan yang bersifat umum dari kebijakan pajak, mencakup akademisi dan asosiasi profesi. Terakhir, perwakilan yang ditunjuk pemerintah, seperti tenaga ahli yang mampu membujuk secara lebih luas kepada masyarakat.
Buku yang dieditori oleh Michael Lang, Pasquale Pistone, Alexander Rust, Josef Schuch, Claus stringer, dan Alfred Storck ini juga menunjukkan pola perubahan hubungan antara wajib pajak dengan otoritas yang semakin bergerak ke arah berbasis kepatuhan yang bersifat sukarela dan kerja sama.
Dalam konteks domestik per negara, buku ini berhasil menjabarkan tren reformasi kebijakan perpajakannya. Namun, buku yang diangkat dari Rust Conference pada 2013 ini belum terlalu menggali formulasi kebijakan pajak multilateral yang berbasis diskusi skala internasional.
Hal ini patut dipahami mengingat belum banyak forum global yang membahas koordinasi kebijakan pajak global selain BEPS Inclusive Framework. Belum ada juga organisasi khusus yang menaungi kebijakan pajak secara global, seperti halnya perdagangan yang dikomandoi oleh World Trade Organization (WTO).
Tertarik mendalami lebih lanjut mengenai tren formulasi kebijakan pajak di pelbagai negara? Silakan berkunjung ke DDTC Library. (rig)
"tren" - Google Berita
April 12, 2020 at 11:47AM
https://ift.tt/2VjqFKQ
KEBIJAKAN PAJAK Menggali Tren Formulasi Kebijakan Pajak di Pelbagai Negara - DDTC News
"tren" - Google Berita
https://ift.tt/2FjbNEI
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "KEBIJAKAN PAJAK Menggali Tren Formulasi Kebijakan Pajak di Pelbagai Negara - DDTC News"
Posting Komentar