KOMPAS.com – Disadari atau tidak, sejak pandemi Covid-19 menyerang mulai awal 2020, terdapat banyak tren yang ikut naik daun. Kemunculan tren-tren ini disebabkan pula oleh aktivitas masyarakat yang terbatas karena peraturan pembatasan sosial.
Beberapa tren yang dimaksud di antaranya bersepeda yang diyakini bisa menjadi kegiatan menyenangkan dan menyehatkan badan, berkebun agar memiliki kegiatan santai di bawah sinar matahari dan dipercaya menghilangkan stres, serta memelihara ikan cupang.
Pada dasarnya, sebelum pandemi menyerang pun terdapat tren-tren lain yang banyak dilakukan masyarakat, sebut saja konsumsi kopi susu kekinian, aneka minuman boba, hadirnya iPhone 11 Pro di pasaran, dan ramainya perbincangan sneakers buatan tanah air yang harga reseller-nya bisa mencapai 3- 10 kali lipat.
Lalu, pertanyaan yang mengemuka selanjutnya adalah mengapa masyarakat mudah mengikuti tren-tren yanga ada?
Mengutio Psychology Today, psikologi sosial punya peran besar di sini. Sebab, saat manusia berpikir tentang sesuatu, mereka bisa memengaruhi orang lain. Hal ini juga karena kehidupan individu sangat berkaitan erat antar-satu sama lain.
Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa seorang individu tidak memiliki kendali atas pikiran dan perilaku seperti yang dia pikirkan.
Apakah perlu mengikuti tren?
Bagi sebagian orang, bila seseorang tidak mengikuti tren, akan dianggap sebagai orang yang ketinggalan zaman. Penyebabnya, tren disebut sebagai sesuatu yang bagus, keren, dan kekinian. Namun, ternyata tak semua orang bisa nyaman mengikuti tren yang ada.
Misalnya, pada 2000-an awal, gaya band ternama The Changcuters sedang naik daun. Banyak sekali orang yang memakai celana ketat dan baju jangkis karena terinspirasi dari band ini. Namun, tak semua orang memakai pakaian tersebut. Ada pula yang tidak menyukai penampilannya.
Bila merujuk pada masa sekarang, yakni masa digitalisasi, tren-tren yang muncul sebagian besar merujuk pada perilaku konsumtif yang terkadang hanya memuaskan nafsu belaka.
Kemudahan mengakses toko online juga menjadi faktor lain mengapa banyak orang yang membeli barang (untuk mengikuti tren) tanpa berpikir panjang. Padahal, belum tentu barang itu dibutuhkan dalam jangka waktu panjang.
Oleh karena itu, agar tidak terjebak dalam sebuah tren yang ada dengan mudah, lebih baik Anda memperhatikan hal-hal berikut.
1. Apakah Anda menginginkannya?
Saat Anda mengikuti tren, jangan sampai hanya untuk mendapat pengakuan dari orang lain. Misalnya, Anda akan dicap sebagai orang keren atau gaul oleh orang-orang di sekitar Anda.
Untuk itu, cobalah untuk mengenali diri sendiri, mulai dari sesuatu yang Anda sukai hingga hal-hal yang ingin dicapai. Dengan cara ini, hidup Anda akan lebih terarah dan fokus.
Anda juga jadi tahu apa yang harus dilakukan dan tidak mudah terpengaruh dengan tren yang bersifat konsumtif semata. Ditambah lagi, tren itu pasti terus berkembang, belum tentu sesuai dengan tujuan dan kesukaan Anda di masa mendatang.
2. Apakah menghabiskan uang Anda?
Nah, poin ini termasuk yang krusial ketika Anda mengikuti sebuah tren. Contoh, ketika awal mula Anda mengikuti tren bersepeda di tengah pandemi Covid-19, tujuan yang paling baik dalam mengikuti tren ini adalah Anda bisa lebih sering berolahraga atau memicu diri sendiri untuk bangun lebih pagi untuk berolahraga.
Namun, jika Anda mulai masuk ke dalam komunitas, ada saja alasan untuk terus upgrade sepeda Anda menjadi lebih advance lagi. Niat awal untuk berolahraga, tapi malah tidak memperhatikan cash flow diri sendiri demi terlihat keren ketika sedang gowes.
Beda halnya ketika ternyata Anda memang memiliki passion di dunia sepeda dan berkeinginan untuk mendalaminya.
Bisa juga, Anda senang membuat konten di media sosial yang nantinya bisa dimonetasi sehingga menghasilkan pundi-pundi uang lagi. Dengan begini, Anda jadi punya tujuan pasti dalam mengeluarkan uang dan mengubahnya menjadi sesuatu yang produktif.
Namun, Anda juga harus memperhatikan keuangan Anda, jangan sampai malah mendahulukan hobi daripada kebutuhan utama. Selain pertimbangan prioritas, Anda juga bisa menggunakan layanan keuangan agar pengeluaran bisa diatur sesuai posnya masing-masing.
Misalnya, supaya cash flow tetap aman, lebih baik gunakan layanan kredit online atau pinjaman uang online dari fintech terpercaya seperti Kredivo. Dengan bunga paling rendah di pasaran, hanya 2,6 persen per bulan, Anda tidak perlu langsung merogoh kocek dalam-dalam karena adanya cara pembayaran secara berkala, mulai dari 1 bulan, 3 bulan, hingga 6 bulan.
3. Mengetahui untung dan rugi saat mengikuti tren
Salah satu keuntungan mengikuti sebuah tren, Anda jadi tahu perkembangan masa kini yang bisa membuka bahan obrolan dengan orang lain. Bila Anda seorang pebisnis, Anda juga bisa memiliki insight lebih untuk bercengkerama kepada para pebisnis lain agar negosiasi jadi lebih lancar.
Namun, ada untung, ada pula ruginya. Kerugiannya adalah jika Anda mengikuti tren terus-menerus, Anda bisa jadi tidak memiliki jati diri sehingga tidak memiliki ruang untuk menumbuhkan kreativitas dalam diri Anda.
Bayangkan saja jika Anda hanya bisa terus meniru gaya orang lain, hal ini akan membuat diri sendiri tidak memiliki gaya yang orisinal. Kreativitas Anda pun bisa terkikis secara perlahan.
Pada akhirnya, memang tidak ada salahnya mengikuti tren selama kegiatan ini tidak merugikan diri sendiri, tidak terlalu menghamburkan dana pribadi, dan Anda tetap memiliki pendirian akan orisinalitas diri Anda.
Jadi, tetap bijak dalam mengikuti tren masa kini, ya!
"tren" - Google Berita
July 30, 2020 at 08:27PM
https://ift.tt/3jQJbpz
Simak Tips Ini agar Anda Tidak Mengikuti Tren karena Nafsu Belaka - KOMPAS.com
"tren" - Google Berita
https://ift.tt/2FjbNEI
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Simak Tips Ini agar Anda Tidak Mengikuti Tren karena Nafsu Belaka - KOMPAS.com"
Posting Komentar