KOMPAS.com - Perempuan asal Surabaya, Ika Permatasari-Olsen, mencuri perhatian warganet Twitter karena membagikan kisah hidup nomaden di samudra selama lima tahun.
Pemilik akun @janedoeisliving ini mengatakan, hidup di atas kapal yacht bermula dari ajakan sang suami, Oyvind Olsen, pada 2018.
Kala itu, berkat urusan pekerjaan dan lain hal, dirinya masih mencoba untuk hidup di kapal, tetapi belum memutuskan untuk menetap.
Pekerjaan di Surabaya yang belum 100 persen remote mengharuskan Ika menahan kepergian menuju Eropa, tempat kapalnya saat itu berlabuh.
Alhasil, Ika harus meluangkan waktu, tenaga, dan dana tak sedikit untuk perjalanan pergi-pulang (PP) Surabaya ke Eropa.
"Sampai akhirnya waktu itu aku dapat visa lumayan panjang, terus aku tinggal sendirian di kapal selama tiga bulan," cerita Ika kepada Kompas.com, Kamis (5/1/2023).
Siapa sangka, waktu tiga bulan di kapal menjadi titik balik Ika memutuskan untuk hidup nomaden di atas kapal sampai saat ini.
Dia baru menyadari bahwa tinggal di atas kapal ternyata jauh lebih banyak yang bisa dilakukan, termasuk bepergian ke sana kemari mengarungi perairan.
"Akhirnya itulah, terus aku bilang mau deh tinggal di kapal, tapi dengan terms and conditions, karena waktu itu kerjaanku masih belum remote 100 persen kayak sekarang," lanjut dia.
Baca juga: Digadang-gadang Jadi Tempat Bersandar Kapal Yacht, Begini Progres Pelabuhan Benoa
Genap sudah 5 tahun tinggal di kapal.
5 tahun lalu jangankan mimpi, kepikiran aja nggak.
Dan banyak yg bilang “halah pasti cuma ikutan”. No, it took me long time, lots of energy, and to be honest money before I decided to live onboard.
Anyway, semoga 2023 adalah tahunmu ???? pic.twitter.com/uQhRwGiM6S
— ika the sailor woman ?? (@janedoeisliving) January 2, 2023
Belajar mengemudikan kapal
Keinginan untuk belajar membawa kapal sendiri terbersit lantaran ketidakinginan hanya diam menunggu sang suami di pelabuhan.
"Misalnya jadwal kita berdua nggak sinkron atau aku sampai di kapal duluan dia belum sampai, aku nggak mau dong diam di pelabuhan, aku juga pengin rasanya keluar ke mana gitu," tutur Ika.
Sejak itulah, tepatnya sepanjang 2018, Ika mulai belajar mengemudikan kapal, baik secara teori hingga praktik.
Kendati begitu, dia mengaku tak mengambil sekolah pelayaran atau sailing school. Ika beranggapan, dirinya masih bisa menerapkan learning by doing dalam mengemudikan kapal.
"Akhirnya tahun 2020 aku dapet license (surat izin) sampai sekarang," terang Ika yang saat dihubungi tengah berada di Yunani.
Kini, di samping sang suami yang sudah lebih dulu berpengalaman 10-11 tahun di kapal, Ika selama lima tahun ini turut serta mampu membawa yacht dengan penuh percaya diri.
Ika dan suami sendiri tinggal di kapal model Beneteau 57 2004 bernama North Eagle. Kapal ini dia dapat dengan harga kisaran 300.000 sampai 400.000 euro.
Berukuran 17,2 x 5 meter, North Eagle terdiri dari empat kamar tidur, yakni 1 master, 2 guest cabins, dan 1 crew cabin.
Baca juga: Yacht Mewah Conor McGregor Seharga Rp 54 Miliar, Apa Istimewanya?
Hadapi badai dan keinginan untuk kembali
Meski kini menikmati kehidupannya, Ika sebenarnya nyaris menyerah dengan pemikiran hidup nomaden di atas kapal.
Bagaimana tidak, awal pelayaran dirinya justru langsung dihadapkan dengan badai dan kondisi laut tak menentu.
"Waktu pertama sailing udah kena badai, akhirnya pas sampai aku bilang, 'Kayaknya this is not for me deh, aku mau balik aja'," kenang Ika.
Namun, sang suami tetap meyakinkan dengan mengatakan bahwa badai akan pergi keesokan harinya. Prediksi suaminya pun benar, dan cuaca kembali bersahabat pada esok hari.
Selain momen itu, Ika mengungkapkan tak ada lagi saat-saat yang membuat dia ingin kembali ke daratan.
Bahkan, saat Ika dan suami harus tinggal kurang lebih satu bulan di sebuah apartemen dalam rangka menunggu perbaikan kapal, dirinya mengaku tak tahan untuk segera menggapai lautan.
"Di apartemen sekitar satu bulan berturut-turut ini banget sih aku nggak tahan," kata Ika.
"Dan sampai saat ini pun aku tidak ada rencana untuk menetap lagi di darat, mungkin 5-10 tahun lagi baru kayaknya aku kepikiran," lanjut dia.
Baca juga: Kisah Anisah Nurul Izzah, Sukses Turunkan Berat Badan dari 100 Kg Menjadi 54 Kg
Penuh persiapan untuk segala situasi
Nyaris menyerah karena badai di awal pelayaran, Ika menyebut bahwa perkiraan badai dapat dilihat di ramalan cuaca atau forecast.
Namun begitu, pasti ada beberapa area dengan angin lebih kencang daripada dalam ramalan. Saat terjebak dalam situasi seperti ini, Ika mengaku tak punya pilihan selain terus lanjut.
"Kalau memang kita terjebak dan aku pernah ngalamin itu, ya sudah mau tidak mau harus tetap on going karena ya mau diapain lagi," cerita dia.
Selain persiapan menghadapi badai, Ika dan sang suami juga selalu memasok bahan makanan selama mereka berada di laut.
Kalau pun harus berlayar dalam waktu lama, Ika mengatakan bahwa mereka bisa menyiapkan amunisi makanan dan minuman dalam kulkas.
Baca juga: Masuk Indonesia via Bali atau Kepri Boleh Gunakan Kapal Pesiar dan Yacht
Sukarelawan membersihkan pantai
Hidup mengarungi lautan bersama orang terkasih selama lima tahun, Ika mengaku masih bekerja di bawah perusahaan yang sama seperti saat di Surabaya.
Bedanya, sang suami yang merupakan seorang pilot memilih resign dan pensiun sebelum pandemi, dan berganti fokus mengurus bisnis keduanya.
Semasa pandemi, keduanya menghadapi situasi tak mudah. Kala itu, Eropa menghadapi hari pertama lockdown dan membuat mereka tak bisa menembus perbatasan Perancis.
Sebagai gantinya, mereka yang hendak bertandang ke Norwegia, negara asal sang suami, masuk melalui Belanda yang saat itu masih membuka perbatasan negara.
Namun di Belanda, kapal mengalami kerusakan yang membuat mereka berlabuh selama kurang lebih satu bulan untuk perbaikan.
Begitu kapal selesai diperbaiki, pasangan ini memutuskan untuk hanya berlayar di sekitar Norwegia, mengarungi laut selatan hingga ke utara.
Di tengah-tengah kegiatan berlayar, bertemulah Ika dengan lembaga swadaya masyarakat (NGO) yang melakukan kegiatan bersih-bersih pantai.
"Karena kita juga nggak ngapa-ngapain, bisnis waktu itu juga sangat sangat slowing down, jadi kita punya banyak waktu, akhirnya ikutan volunteer," papar Ika.
Sepanjang 2020 menuju 2021 itulah, Ika dan suami turut serta membersihkan sampah di sepanjang pantai Norwegia.
"Kalau orang yang suka traveling pasti suka"
Membagikan keseruan hidup di atas kapal selama lima tahun, Ika mengaku masalah tagihan kerap menghantui dan masuk segmen duka dalam petualangannya.
Sebab, biaya perawatan kapal miliknya cukup besar, apalagi terdapat beberapa fasilitas dan barang-barang yang jarang digunakan.
"Mungkin kalau kapal lebih kecil, lebih sedikit maintenance-nya. Tapi kalau kapal yang gede, lebih rumit, ada mesin ini, oh ada generator ini, dan lain-lain," papar Ika.
Namun, duka itu sebanding dengan pengalaman yang dia peroleh selama mengarungi laut bersama keluarga kecilnya.
Ika mengungkapkan, orang yang suka traveling pasti akan menyukai tinggal di kapal seperti dirinya.
Pasalnya, kehidupan di atas kapal membuatnya tidak menetap hanya di satu tempat dan lebih bisa mengeksplorasi beragam destinasi.
"Banyak tujuan-tujuan yang kita kunjungi atau tempat-tempat yang kita kunjungi tidak bisa diakses dari darat dan hanya bisa dari laut, kita punya privilege itu," tandas Ika.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel."tren" - Google Berita
January 07, 2023 at 09:25AM
https://ift.tt/OQ2RwmZ
Hidup di Kapal Yacht Selama 5 Tahun, Ika Permatasari-Olsen: Tak Ada Rencana Menetap Lagi di Darat - Kompas.com - KOMPAS.com
"tren" - Google Berita
https://ift.tt/4Z1hQnC
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hidup di Kapal Yacht Selama 5 Tahun, Ika Permatasari-Olsen: Tak Ada Rencana Menetap Lagi di Darat - Kompas.com - KOMPAS.com"
Posting Komentar