INILAHCOM, Jakarta - Program gasifikasi batubara atau coal to Dimethyl Ether (DME) akan terus didorong oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam meningkatkan nilai tambah batubara.
Bahkan, program DME ini telah dimasukan sebagai prioritas utama investasi minerba dalam lima tahun ke depan guna menggenjot multiplier effect bagi perekonomian nasional.
"Program DME ini bisa meningkatkan nilai tambah batubara serta mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG)," kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif pada acara Katadata Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2020 di Jakarta, seperti mengutip dari esdm.go.id.
Dalam tiga tahun ke depan, jelas Arifin, pemerintah tengah menyiapkan kajian finansial, teknis dan non-teknis, pedoman pemanfaatan serta regulasi pengusahaan gasifikasi batubara. "Kami memfokuskan pada pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi Pertama," tegasnya.
Saat ini, terdapat delapan perusahaan pemegang PKP2B, yakni PT Berau Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Adaro Indonesia, PT Indominco Mandiri, PT Kaltim Prima Coal, PT Kendilo Coal, PT Kideco Jaya Agung dan PT Multi Harapan Utama.
Di samping itu, Pemerintah tengah membuka peluang untuk memberikan insentif pengurangan royalti batubara. "Kami juga sedang menyiapkan insentif untuk program DME ini, baik kebijakan harga batubara-nya maupun penyesuaian royalti batubara," kata Arifin.
Adapun, salah satu proyek gasifikasi batubara saat ini tengah dikerjasamakan oleh Pertamina dan PT Bukit Asam (PTBA) Tanjung Enim & Air Products. Proyek ini dinilai sudah cukup ekonomis lantaran PTBA akan memasok batu bara dengan kalori rendah dengan harga terjangkau.
"Pada tahun 2023 proyek Coal to DME kerjasama Bukit Asam dan Pertamina diharapkan dapat memproduksi 1,4 Juta Ton DME yang dapat mensubtitusi LPG," jelas Arifin.
Nantinya, konsumsi batu bara yang dibutuhkan PTBA sebanyak 8 juta ton per tahun dengan GAR 4.000 kcal/kg untuk hasilkan 1,4 juta DME, 300 ribu Methanol dan 4,25 juta ton MEG.
Salah satu dukungan yang dilakukan Pemerintah adalah dengan memberikan harga khusus bahan baku gasifikasi dikisaran USD20 - 21 per ton. "Sudah (ditetapkan) kalau bisa di bawah lagi. Kita dorong proyek yang memang memanfaatkan batubara untuk hilirisasi," ungkap Arifin.
Arifin melanjutkan, penetapan harga batubara khusus untuk hilirisasi sebagai bahan baku LPG tidak memerlukan payung hukum. "Kayaknya tidak perlu pakai Permen (Peraturan Menteri), B to B (business to business) saja, tapi kita yang minta supaya bisa masuk keekonomian," Arifin menegaskan.
Tahap pengerjaan fisik sendiri baru bisa dimulai pada 2023 hingga 2024. Dalam prosesnya, batubara dihilirisasi menjadi syngas yang bisa diubah langsung menjadi Methanol Ethylene Glycol (MEG) dengan kapasitas produksi 250 ribu ton per annum.
Selain itu, syngas juga bisa diolah kembali dan menghasilkan Methanol sebanyak 300 ribu ton per annum, selanjutnya Methanol masih bisa diolah kembali untuk menjadi DME dengan total produksi pada tahun 2024 mencapai 1,4 juta ton per annum.
Baca Kelanjutan Terpopuler - KESDM Segera Gasifikasi Batubara, Ini Dampaknya : https://ift.tt/3aZbCgBBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - KESDM Segera Gasifikasi Batubara, Ini Dampaknya"
Posting Komentar