SOLOPOS.COM - Sarno, perajin gamelan legendaris asal Desa Sempukerep, Sidoharjo, Wonogiri, menabuh demung yang dia produksi sendiri di rumahnya, Rabu (18/10/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)
Solopos.com, WONOGIRI — Sudah 28 tahun, Sarno, 69, warga Desa Sempukerep, Kecamatan Sidoharjo, Wonogiri, menjadi perajin gamelan. Gamelan dari hasil olah tangannya pun sudah menyuara ke berbagai daerah di Indonesia.
Rabu (18/10/2023) sore itu, Sarno sesekali mengarahkan salah satu karyawannya yang tengah membuat kempul, salah satu alat gamelan yang biasa ditabuh dan digantung dengan gong.
Promosi Ruwet Data Bansos Bikin Negara Tekor
“Ada pesanan dari Pacitan dan Jakarta, masing-masing pesan seperangkat gamelan,” kata Sarno kepada Solopos.com di sela-sela mengamati proses pembuatan gamelan di samping rumahnya di Desa Sempukerep.
Sejak pandemi Covid-19, baru bulan-bulan terakhir ini rumah produksi gamelan milik Sarno kembali bising. Ia kembali menerima beberapa pesanan gamelan dari beberapa daerah di Indonesia.
Belum lama ini, perajin gamelan asli Wonogiri itu bahkan mengirimkan sejumlah alat gamelan ke Papua. Menurutnya, gamelan yang dia produksi sudah dipesan hampir di semua pulau besar di Indonesia.
Tetapi dengan usianya yang tidak lagi muda dan kesehatan yang mulai melemah, kini semua pekerjaan pembuatan gamelan sudah dia pasrahkan kepada orang-orang kepercayaannya. Meski begitu, dia yakin kualitas gamelan yang keluar dari rumah produksinya berkualitas unggul.
“Saya memang sudah meregenerasi perajin gamelan. Ilmu yang saya dapatkan, sudah semuanya saya berikan kepada mereka [karyawan]. Jadi kalau pun saya nanti sudah tidak ada, saya yakin mereka sudah bisa. Malahan mereka lebih pintar dari saya,” ucapnya.
Sarno menyebut ada beberapa bahan untuk membuat gamelan, yaitu besi, kuningan, dan perunggu. Bahan itu menentukan harga jual gamelan produksinya. Seperangkat gamelan berbahan besi rata-rata dijual di harga Rp150 juta, bahan kuningan Rp300 juta, sedangkan perunggu bisa mencapai Rp500 juta.
Satu-satunya Pembuat Gamelan Lengkap di Wonogiri
“Bahannya saya cari di Solo. Di Wonogiri tidak ada. Kecuali bahan untuk kendang, itu masih ada karena bahannya kan bisa dari kayu pohon nangka,” ujar perajin gamelan asal Sidoharjo, Wonogiri, itu.
Menurutnya proses pembuatan seperangkat gamelan bisa memakan waktu sekitar satu bulan. Itu juga bergantung dengan jumlah pekerja. Semakin banyak pekerja maka pembuatan gamelan semakin cepat.
Maksimal, Sarno mempekerjakan delapan pekerja dari Desa Sempukerep ketika mendapatkan pesanan seperangkat gamelan. Tetapi hanya dua orang yang menjadi pekerja tetap.
Sarno mengatakan semua perangkat gamelan, mulai dari jenis balungan seperti saron, demung, dan peking hingga jenis pencon antara lain bonang, kenong, dan gong bisa dia produksi sendiri. Terkadang ada perajin gamelan yang hanya bisa memproduksi balungan sehingga ketika mereka mendapatkan pesanan pencon, harus memesan ke perajin lain.
Menurut Sarno, di Wonogiri hanya dia perajin yang bisa memproduksi seluruh perangkat gamelan lengkap, bahkan sampai kendang. Tetapi khusus untuk rancakan atau wadah gamelan, Sarno memesan dari perajin asal Manyaran.
“Kalau soal pemasaran, yang ngurusin itu anak saya. Dia yang mengatur itu, saya tinggal bikin saja,” kata bapak tiga anak itu.
Haryanto, anak mbarep Sarno, mengatakan saat ini tidak terlalu sulit untuk memasarkan gamelan. Dia mengaku terbantu dengan tren lagu dangdut dan campursari yang sedang digandrungi banyak orang. Orkes campursari yang biasa menggunakan instrumen gamelan pun kini marak.
Dampaknya, tingkat pemesanan gamelan di tempatnya juga meningkat. Tetapi ada perbedaan antara gamelan campursari dengan gamelan Jawa. Gamelan campursari menggunakan tangga nada diatonis mengikuti piano.
Getok Tular
Sedangkan gamelan Jawa menggunakan tangga nada pentatonis, slendro dan pelog. “Adanya tren lagu dangdut campursari itu cukup membantu penjualan, jadi ramai,” kata Haryanto.
Selain itu, narasi pelestarian kebudayaan dan tradisi lokal seperti bersih desa dan ruwatan yang saat ini kembali digencarkan juga sedikit banyak mempengaruhi penjualan. Hal itu tampak dari desa-desa yang memesan gamelan kepadanya.
Di sisi lain, instansi sekolah dan pemerintah sekarang ini mulai menggiatkan kembali karawitan. Itu menjadi peluang bagi Haryanto untuk masuk ke pasar tersebut. Menurut dia, kebanyakan pemesan gamelan dari rumah produksi ayahnya itu dari luar Wonogiri.
Tiga besar daerah yang cukup sering memesan gamelan darinya yaitu Jepara, Banyumas dan sekitarnya, serta Kediri. “Biasanya mereka pesan ke kami itu karena getok tular, dari mulut ke mulut. Selain itu, kami mempromosikan lewat media sosial Facebook dan Youtube,” ungkapnya.
Haryanto tidak bisa menyebutkan berapa rata-rata pemesanan yang masuk dalam sebulan. Tetapi jika melihat pola tahunan, ayahnya bisa memproduksi seperangkat gamelan sekitar 10 kali. “Kalau yang pesan dari online, umumnya tidak pesan satu perangkat, tetapi satuan atau beberapa alat saja, misal saron atau demung saja,” ucap Haryanto.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, Eko Sunarsono, mengatakan ada beberapa perajin gamelan di Wonogiri selain Sidoharjo. Ada yang di Kecamatan Kismantoro, Jatisrono, dan Manyaran.
Kualitas gamelan yang mereka produksi tidak kalah dibanding gamelan dari daerah lain. “Tetapi memang kadang problemnya itu pada harga. Misalnya, untuk kualitas tertentu perajin A mematok harga Rp100 juta, tetapi pemesan hanya mampu Rp80 juta. Ya sudah akhirnya perajin itu menurunkan kualitasnya karena pasti harga bahannya juga berbeda,” kata Eko.
"tren" - Google Berita
October 18, 2023 at 08:27PM
https://ift.tt/i1mxKda
Terdongkrak Tren Campursari, Perajin Gamelan Legendaris Wonogiri Bergeliat Lagi - Soloraya Solopos.com
"tren" - Google Berita
https://ift.tt/RZdyIH4
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Terdongkrak Tren Campursari, Perajin Gamelan Legendaris Wonogiri Bergeliat Lagi - Soloraya Solopos.com"
Posting Komentar