INILAHCOM, Jakarta - PT Timah Tbk (TINS) mencatat kenaikan laba bersih menjadi Rp205,37 miliar per 30 Juni 2019 dari peride yang sama 2018 sebesar Rp170,14 miliar.
Perseroan pada periode ini mengalami kenaikan pendapatan usaha menjadi Rp9,6 triliun dari Rp4,3 triliun. Untuk beban pokok pendapatan menjadi Rp8,8 triliun dari Rp3,7 triliun. Jadi laba bruto menjadi Rp817,52 miliar dari Rp674,84 miliar.
Demikian mengutip keterbukaan informasi di BEI, Minggu (29/9/2019). Sementara beban administrasi menjadi Rp497,28 miliar dari Rp358,57 miliar. Untuk beban penjualan menjadi Rp69,78 miliar dari Rp48 miliar. Biaya keuangan menjadi Rp332,23 miliar dari Rp126,91 miliar.
Sedangkan pendapatan lain-lain menjadi Rp136,26 miliar dari Rp35,29 miliar. Untuk penghasilan keuangan menjadi Rp7,4 milar dari Rp23,88 miliar. Keuntungan investasi properti menjadi Rp126,77 milar dari Rp48,63 miliar. Jadi laba sebelum pajak menjadi Rp191,35 miliar dari Rp245,73 miliar.
Untuk beban pajak penghasilan menjadi Rp23,5 miliar dari Rp71,19 miliar. Dengan demikian laba bersih menjadi Rp205,37 miliar dari Rp170,14 miliar.
Sedangkan total aset perseroan menjadi Rp20,5 triliun dari Rp15,11 triliun. Untuk total liabilitas menjadi Rp14,18 triliun dari Rp8,5 triliun. Sementara total ekuitas perseroan menjadi Rp6,4 triliun dari Rp6,5 triliun.
PT Timah (Persero) Tbk mewarisi sejarah panjang usaha pertambangan timah di Indonesia yang sudah berlangsung lebih dari 200 tahun. Sumber daya mineral timah di Indonesia ditemukan tersebar di daratan dan perairan sekitar pulau-pulau Bangka, Belitung, Singkep, Karimun dan Kundur.
Pada masa kolonial, pertambangan timah di Bangka dikelola oleh badan usaha pemerintah kolonial "Banka Tin Winning Bedrijf" (BTW). Di Belitung dan Singkep dilakukan oleh perusahaan swasta Belanda, masing-masing Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB) dan NV Singkep Tin Exploitatie Maatschappij (NV SITEM).
Setelah kemerdekaan, ketiga perusahaan Belanda tersebut dinasionalisasikan antara tahun 1953-1958 menjadi tiga Perusahaan Negara yang terpisah.
Pada tahun 1961 dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Tambang-tambang Timah Negara (BPU PN Tambang Timah) untuk mengkoordinasikan ketiga perusahaan negara tersebut, pada tahun 1968, ketiga perusahaan negara dan BPU tersebut digabung menjadi satu perusahaan yaitu Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah.
Restrukturisasi perusahaan berhasil memulihkan kesehatan dan daya saing perusahaan, menjadikan PT Timah (Persero) Tbk layak untuk diprivatisasikan sebagian. PT Timah (Persero) Tbk melakukan penawaran umum perdana di pasar modal Indonesia dan internasional, dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan the London Stock Exchange pada tanggal 19 Oktober 1995.
Sejak itu, 35% saham perusahaan dimiliki oleh masyarakat dalam dan luar negeri, dan 65% sahamnya masih dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.
Pada RUSPT bulan November 2017, sebanyak 4.841.053.951 saham Seri B milik PT Timah Tbk, atau 65%, dialihkan kepada Inalum sebagai tambahan penyertaan modal negara dan saham Seri A PT Timah Tbk yang merupakan saham pengendali tetap dimiliki negara.
PT Inalum pada bulan November 2017 tersebut menjadi holding BUMN sektor pertambangan menaungi PT Antam Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS). Tujuannya untuk memperkuat posisi perusahaan dalam rangka penciptaan nilai tambah dan optimalisasi cadangan mineral.
Dengan demikian terjadi sinergi untuk bersama-sama menjalankan strategi investasi, eksplorasi, pengembangan sumber daya manusia, serta pengembangan dan penelitian.
Baca Kelanjutan Terpopuler - Laba PT Timah Naik Jadi Rp205,37 Miliar : https://ift.tt/2mWY8xBBagikan Berita Ini
0 Response to "Terpopuler - Laba PT Timah Naik Jadi Rp205,37 Miliar"
Posting Komentar